Mungkin
belum semua orang yang menyebut dirinya wartawan sudah memiliki sertifikasi
kompetensi yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Mungkin masih banyak yang
menganggap Uji Kompetensi Wartawan (UKW) belum terlalu dibutuhkan selama
pekerjaan masih lancar. Tapi tunggu dulu! Pada 31 Desember 2015 nanti,
Indonesia akan resmi menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Yang artinya
ruang lingkup kerja bagi wartawan tak tertutup hanya di negeri sendiri tapi di
10 negara ASEAN yang lain. Begitu pula para wartawan dari negara lain, bisa
dengan bebas masuk dan bekerja di bumi pertiwi. Jika ruang lingkup dan
persaingan semakin ketat, bukankah sudah pasti yang berkompetenlah yang akan
menguasai persaingan?
Untuk
mewujudkan keinginan menciptakan wartawan-wartawan yang berkompeten maka Dewan
Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang
Standar Kompetensi Wartawan. Standar kompetensi wartawan diperlukan untuk
melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat, selain itu standar
ini juga bertujuan untuk menjaga kehormatan pekerjaan wartawan. Untuk mencapai
standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi yang
dilakukan oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan
pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan
jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi ini dinilai belum
memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi ini.
Standar
kompetensi wartawan ini merupakan rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, ketrampilan/kahlian, dan sikap kerja yang relevan dengan
pelaksanaan tugas kewartawanan. Tujuan dibuatnya standar kompetensi ini adalah
untuk; meningkatkan kualitas dan rofesionalitas wartawan, menjadi acuan sistem
evaluasi kinerja wartawan oleh erusahaan pers, menegakkan kemerdekaan pers
berdasarkan kepentingan publik, menjaga harkat dan martabat profesi
kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual, menghindarkan
penyalahguanaan profesi wartawan, dan menempatkan wartawan pada kedudukan
strategis dalam industri pers.
Dalam
rumusan standar kompetensi ini terdapat 3 aspek dasar utama yang harus dipahami,
dimiliki dan dikuasai seorang wartawan, yaitu kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge),
dan ketrampilan (skills). Dalam aspek
kesadaran mencakup kesadaran wartawan akan etika dan hukum, kepekaan
jurnalistik, dan pentingnya jejaring dan lobi. Dalam aspek pengetahuan mencakup
pengetahuan umum, pengetahuan khusus, serta teori dan prinsip jurnalistik.
Sedangkan pada aspek ketrampilan mencakup kegiatan 6M (Mencari, Memerole,
Memiliki, Menyimpan, Mengolah, dan Menyampaikan informasi), melakukan
riset/investigasi, kemampuan analisis/prediksi arah pemberitaan, serta
penggunaan alat dan teknologi informasi.
Dalam
standar kompetensi wartawan ini terdapat 3 jenjang kualifikasi yaitu, wartawan
muda, wartawan madya, dan wartawan utama. Setiap jenjang memiliki kompetensi
kunci yang berbeda-beda, maka hal yang diujikannyapun berbeda disesuaikan
dengan peruntukan dan posisi jenjang karier wartawan di perusahaan pers.
Wartawan
muda memiliki kompetensi kunci dalam melakukan kegiaan kewartawanan, dalam hal
ini yang bertugas adalah jurnalis/reporter. Hal-hal yang diujikan juga
berkonsentrasi pada kerja wartawan dilapangan, mulai dari perencanaan
pemberitaan, mencari bahan liputan, wawancara tatap muka, wawancara door stop, menulis berita, menyunting
berita sendiri, menyiapkan isi rubrik, rapat redaksi, dan membangun jejaring.
Setelah
menjalani kegiatan jurnalistik sebagai wartawan muda selama sekurang-kurangnya
tiga tahun, wartawan dapat mengajukan diri untuk mengikuti uji kompetensi
wartawan madya. Wartawan madya berkompetensi kunci pada pengelolaan kegiatan
kewartawanan. Hal-hal yang diujikan antara lain; mengindentifikasi/koordinasi
liputan/pemberitaan, analisis bahan liputan acara terjadwal, merencanakan
liputan investigasi, menulis berita/feature, menyunting sejumlah berita, merancang
isi rubrik, rapat redaksi-analisis pemberitaan, mengevaluasi hasil
liputan/pemberitaan, dan juga membangun dan memelihara jejaring serta lobi.
Untuk
bisa mengikuti uji kompetensi wartawan utama, wartawan sudah sekurang-kurangnya
dua tahun menjalani jenjang wartawan madya. Wartawan utama berfokus pada
mengevaluasi dan memodofikasi proses kegiatan kewartawanan. Hal-hal yang
diujikan antara lain; mengevaluasi rencana liputan, menentukan bahan liputan
layak siar, mengarahkan liputan investigasi, menulis opini, menentukan bahan
liputan layak siar, kebijakan rubrikasi, memimpin rapat redaksi, dan
memfasilitasi jejaring.
Bagi
wartawan yang ingin mengikuti dan mendapatkan sertifikasi profesi kewartawanan
dapat memilih di beberapa lembaga yang telah ditunjuk atau diverifikasi oleh
Dewan Pers untuk melakukan uji kompetensi. Saat ini ada beberapa perusahaan
pers yang dapat dijadikan tempat uji kompetensi seperti, Jawa Pos Group dan
LKBN ANTARA. Selain perusahaan pers dapat juga mengikuti uji kompetensi melalui
lembaga atau organisai kewartawanan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dapat pula di perguruan tinggi yang kini
telah dapat menyelenggarakan uji kompetensi seperti Departemen Komunikasi FISIP
Universitas Indonesia dan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP)
Jakarta.
Hasil
dari uji kompetensi ini ialah kompeten atau
belum kompeten. Wartawan dinilai
kompeten apabila memperoleh minimal nilai 70 dari skala penilaian 10-100.
Sertifikat kompeensi ini berlaku sepanjang pemegang sertifikat tetap
menjalankan tugas jurnalistiknya. Bagi wartawan pemegang sertifikat kompetensi
yang tidak melakukan kegiatan jurnalistik selama dua tahun berturut-turut, dan
ingin kembali menjalankan tugas jurnalistiknya, maka diakui berada di jenjang
kompetensi terakhir. Lembaga tempat dimana melakukan uji kompetensi akan
menentukan kelulusan wartawan, dan Dewan Pers akan engesahkan kelulusan uji
kompetensi tersebut. Jika ingin mengetahui wartawan mana saja yang telah
tersertifikasi dapat dilihat pada website
resmi dewan pers di http://dewanpers.or.id/sertifikasi/kompetensi
.
Dengan
peningkatan kualitas wartawan melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW) ini
diharapkan akan meningkatkan daya saing wartawan Indonesia dengan wartawan
negara lain di era pasar bebas ASEN nanti. Dengan peningkatan kualitas maka
diharapkan juga berdampak pada pengingkatan kesejahteraan bagi para wartawan.
Wartawan bukan buruh, wartawan adalah profesi yang mengenal etika dan kode
etik, dua hal yang membedakan buruh dengan pekerjaan profesional. Maka tak
layak jika wartwan masih digaji dibawah standar.
Di
era persaingan yang ketat maka tuntutan peningkatan kualitas menjadi barang
wajib, tapi ada sisi lain yang lebih penting menurut saya dari peningkatan
standar kompetensi wartawan ini. Bukan perihal saling sikut untuk dapat posisi
atau pekerjaan paling baik, tapi kembali lagi pada hakekat wartawan sebagai
pengabdi publik. Peningkatan kualitas wartawan, dan dengan semakin banyak
wartawan yang berkompeten terlibat dalam perusahaan pers artinya peningkatan
dari kualitas pers itu sendiri, pers yang baik akan menghasilkan produk
jurnalistik yang baik pula. Dalam era pasar bebas ASEAN nanti intervensi asing
bisa pula hadir bukan hanya para pekerjanya namun juga kehadiran media asing di
Indonesia. Jangan sampai kehadirannya malah menggerus media lokal dan tak lagi
jadi raja di negeri sendiri.
Comments
Post a Comment