Skip to main content

Posts

Mengejar Jokowi

(Foto Alat Berat pengamanan khusus Presiden. Berhubung enggak dapet foto Pak Jokowi, jadi pasang saja ini haha) Sesuai judulnya saya mau bercerita soal pengejaran saya terhadap Pak Presiden yang saya hormati, Pak Joko Widodo. Bukan ngejar-ngejar nagih utang, apalagi ngejar-ngejar mau nembak jadi pacar. Tapi ngejar untuk minta jawaban heuheu. Peristiwanya hari Minggu, 14 Agustus 2016 di Bumi Perkemahan Cibubur. Jadi hari itu akan dilaksanakan pembukaan Jambore Nasional yang akan dibuka langsung oleh Pak Jokowi. Saya ditugasi untuk meliput acara itu. Kebetulan lagi jadi anak magang di CNNIndonesia.com, kanal CNN Student yang isinya soal pendidikan. Bagi yang belum tahu, Jambore itu sederhananya acara kemah besar yang pesertanya anak Pramuka penggalang seluruh Indonesia, tahun ini pesertanya ada juga dari negara tetangga. Menurut panitia, Pak Jokowi bakal datang jam 7 pagi, jadi demi beliau saya berangkat pagi buta sekitar setengah 6 pagi dari Jatiwaringin diantar naik sepeda moto...

Bertemu Keluarga Lama

"No! They are not my friend. They are my family" Hari ini, di 4 Juli 2016, ramadhan ke 29 aku kembali diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu keluarga lama yang sudah lama tak bersua, hampir setahun lamanya. Keluarga seperjuangan masa SMK. Keluarga yang menamakan dirinya KOMDAN TEJAB akronim Komputer dan teknik jaringan B. Nama keren dari kelas kami kala STM. Hari ini kami berencana mengadakan buka bersama di rumah salah satu keluarga kami, Indri. Keramahan tuan rumah, adalah sebuah kebahagiaan bagi kami. Senang bisa bertemu keluarga lama, di rumah yang penuh canda tawa. Teman lama rasa baru. Seperti sebuah kutipan dalam sebuah buku yang sempat saya baca mengatakan bahwa kita menemui orang yang berbeda setiap bertemu. Orang selalu berubah setiap detik waktu berlalu, entah keriput yang mulai nampak pada raut wajah, berat badan yang naik satu ons, rambut kepala yang rontok satu helai dan sebagainya. Intinya setiap waktu, orang berubah. Sama seperti keluarga kami. ...

Menghadapi MEA, Perlukah Sertifikasi Kompetensi Wartawan?

Foto Ilustrasi oleh Pixabay Mungkin belum semua orang yang menyebut dirinya wartawan sudah memiliki sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Mungkin masih banyak yang menganggap Uji Kompetensi Wartawan (UKW) belum terlalu dibutuhkan selama pekerjaan masih lancar. Tapi tunggu dulu! Pada 31 Desember 2015 nanti, Indonesia akan resmi menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Yang artinya ruang lingkup kerja bagi wartawan tak tertutup hanya di negeri sendiri tapi di 10 negara ASEAN yang lain. Begitu pula para wartawan dari negara lain, bisa dengan bebas masuk dan bekerja di bumi pertiwi. Jika ruang lingkup dan persaingan semakin ketat, bukankah sudah pasti yang berkompetenlah yang akan menguasai persaingan? Untuk mewujudkan keinginan menciptakan wartawan-wartawan yang berkompeten maka Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan. Standar kompetensi wartawan diperlukan untuk melindungi kepent...

Usaha Meningkatkan Mutu Wartawan

Foto Ilustrasi by Pixabay Profesi wartawan adalah hak bagi setiap warga negara. Tidak ada aturan yang melarang seseorang untuk bekerja menjadi wartawan. Profesi wartawan berhadapan langsung dengan kepentingan publik. Dan juga memiliki posisi strategis di negara demokrasi seperti Indonesia. Pers menjadi salah satu dari empat pilar demokrasi setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Maka seseorang yang mengatakan dirinya wartawan haruslah memenuhi kompetensi dasar sebagai wartawan. Standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas wartawan. Seperti yang kita ketahui Indonesia akan menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, dimana kita akan dihadapkan langsung dengan pesaing-pesaing dari negara-negara ASEAN lain. Maka dari itu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kita harus meningkat, tak terkecuali para pekerja di bidang jurnalistik. Selain dengan meningkatan kualitas melalui standarisasi kompetensi wartawan, pemerintah juga telah menyiapkan langkah ...

Jurnalis Harus Narsis

Kelas Jurnalistik bersama Dosen Tamu Yuni Eko Sulisiono (Tengah, menggunakan kemeja putih) seorang wartawan senior yang pernah bekerja di berbagai media dan kini memilih menjadi konsultan media.  Jurnalis bukan pekerjan untuk eksis, tapi butuh narsis. Seperti yang dikatakan Yuni Eko Sulistiono atau yang kerap disapa Kang Obod, seorang jurnalis senior yang kini bekerja sebagai konsultan media. Dalam diskusi tentang jurnalistik pada Jumat 4 Desember 2015 lalu, Kang Obod banyak bercerita mengenai pengalamannya menjadi seorang jurnalis di lapangan, dan muncullah kalimat ini ‘jurnalis harus narsis’. Saya memaknai ‘narsis’ bukan perkara eksistensi sang jurnalis, tapi memenuhi prinsip people right to know bahwa setiap orang berhak tahu, setiap orang harus tahu. Pekerjaan jurnalistik adalah pekerjaan mencari, mengumpulkan, mengolah, lalu meyampaikan informasi kepada publik melalui media massa. Dalam proses ini banyak yang harus dilakukan oleh jurnalis, pengorbanan dan ...

Pemilih Pemula, Pilkada, dan Social Media

Foto Ilustrasi by Pixabay Sembilan Desember 2015, akan menjadi babak baru proses demokrasi di Indonesia. Dengan alasan berhemat, Pilkada dilakukan serentak. Seluruh warga negara yang sudah cukup usia memiliki hak untuk bersuara. Salah satu penentu suara di Pilkada adalah pemilih pemula. Mereka adalah anak muda yang kini hidup di tengah era informatika. Penyesuaian strategi kampanye perlu dilakukan, agar mereka tak luput dari perhatian. Pemilih pemula adalah mereka yang baru pertama kalinya mendapat hak untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Bisa karna usia baru tercukupi maupun yang sudah menikah walaupun masih dibawah 17 tahun. Mereka adalah sasaran potensial, jumlah mereka di Pilkada serentak ini adalah 1.873.829 atau sekitar 1,8% dari keseluruhan pemilih (Sumber Website Resmi KPU https://data.kpu.go.id/dps2015.php). Mereka menjadi sangat potensial, di daerah dengan pasangan calon head to head perbedaan satu suara akan terasa lebih signifikan. Maka penting bagi pasangan ...

Merengkuh Asa dengan Wirausaha

Ami, begitulah ia kerap dipanggil. Mahasiswi kelahiran Sukabumi ini merupakan salah satu penerima Beasiswa Bidikmisi dari Dirjen Pendidikan Tinggi, bagi anak-anak berprestasi namun berhalangan biaya edukasi. Kini ia menempuh semester 5 (lima) Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ia kini mencoba merengkuh asanya menjadi seorang pengajar sekolah dasar dengan tidak memberatkan kedua orang tua, Ayahnya bekerja sebagai tukang potong rambut sedangkan Ibunya membuka warung kecil-kecilan di rumahnya. Hasilnya dibagi untuk menghidupi seluruh keluarganya. Masuk perguruan tinggi tak murah biayanya, namun keterbatasan yang dialami anak ketiga dari empat bersaudara ini tidak membuatnya berhenti untuk berusaha. Belajarlah ia untuk berwirausaha. Wirausaha tak lagi asing bagi perempuan berdarah Sunda ini, hal terkait jual beli sudah dikenalnya sejak masa sekolah menengah. Dari mata pelajaran kewirausaaan ia belajar prinsip berjualan. Bermodal uang jajan ...