Skip to main content

Susu Mama Muda VS Susu Kental Manis



Cerita ini akan saya awali dari perjalanan saya mudik pada 30 Agustus 2017. Saya menaiki kereta api Bengawan dari stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Gombong, Jawa Tengah. Bengawan itu kereta ekonomi, kursinya panjang-panjang yang bisa ditempati tiga orang, posisinya juga saling berhadapan. Jadi, interaksi antar penumpang boleh dibilang jadi cukup dekat selama perjalanan.

Karena libur panjang banyak keluarga yang melakukan perjalanan pulang kampung di depan saya duduk Aysilla yang sudah SD dengan ibunya dan di sebelah saya ada Arjuna yang baru 10 bulan bersama kedua orang tuanya. Dari sinilah ide menulis perihal persusuan muncul. Tapi perlu diketahui saya bukan dokter anak, saya bukan mahasiswi kedokteran saya bukan ahli persusuan, saya cuma mahasiswa biasa yang lumayan tergelitik sama kisah persusuan ini.

Kamu pasti tahu kan lagu anak-anak yang lirik awalnya berbunyi Pok Ame-Ame? Nah pas saya gugling ternyata ada banyak versi dari lirik lagu ini, tapi pas saya kecil begini kira-kira lirik lagu yang saya tahu dan kerap saya nyanyikan bersama kawan-kawan

Pok ame-ame
Belalang kupu-kupu
Siang makan nasi kalau malam minum susu
Susunya mama muda
Manisnya seperti gula

Ketika bertemu Aysilla saya baru tahu kalau lagu ini ternyata punya banyak versi dan banyak gubahan sana-sini, termasuk Pok Ame-Ame versi Aysilla yang ia nyanyikan untuk Arjuna. Kurang lebih begini liriknya..

Pok ame-ame
Belalang kupu-kupu
Siang makan nasi kalau malam minum susu
Susu kental manis campur kelapa muda
Dedek jangan nangis Ibu lagi kerja

Pas denger lagu ini dengan lirik beda saya senyum-senyum sendiri saja, dan terpikir apakah lagu ini berubah lirik disesuaikan dengan perkembangan jaman? lihat saja perbedaan dua bait terakhir dari dua versi lagu itu. (Ya saya tahu kalau banyak versi dari lagu ini, tapi saya cuma mau bahas dua versi yang ini saja. Saya menilai lirik dari dua versi ini punya sesuatu yang bisa saya bahas lebih lanjut)

Dari bait ketiga versi jaman old berbunyi "Susu mama muda" ya pada jaman itu ibu-ibu lebih memilih menyusui anak-anaknya secara eksklusif, alias ASI (Air Susu Ibu). Selain lebih murah, rasanya juga manis seperti gula heuheu.

Nah, kalau di versi jaman now bisa dilihat sendiri bunyinya "Susu kental manis campur kelapa muda. Dedek jangan nangis Ibu lagi kerja", sepertinya mother-mother jaman now dari kaum millenials memang lebih memilih untuk bekerja dan meninggalkan anak-anaknya di rumah dengan memberi mereka susu kental manis atau susu formula sambil dikasih tau dedek jangan nangis yaa, mama lagi kerja.

Pengetahuan saya sebagai orang awam ASI pasti lebih bermanfaat dan lebih baik kandungan nutrisinya, secara itu ciptaan Tuhan. Tapi pilihan untuk memberi ASI maupun susu formula ya balik lagi ke tiap Ibu-ibu yaa. Saya tidak bermaksud menghakimi atau gimana, di artikel ini saya hanya ingin berbagi cerita.

Jadi pilih susu mama muda apa susu kental manis?


Photo by :Pixabay

Comments

Popular posts from this blog

Jika aku jadi Jurnalis...

Foto Ilustrasi by Pixabay Aku kuliah Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Salah satu mata kuliah yang harus ku tempuh di semester 4 ini adalah Jurnalistik Public Value. Keren ya namanya! Sebagai permulaan Ibu dosen beri tugas pada kami, menulis artikel tentang 'Jika aku jadi wartawan'. Tapi aku merubahnya menjadi... Jika Aku Jadi Jurnalis... Istilah jurnalistik baru ku kenal dengan baik beberapa tahun ini, tapi bidang ini sudah ku gemari hampir sedekade lalu. Boleh dibilang aku   korban   televisi. Sama seperti anak-anak lain kala itu yang selalu menunggu kartun di minggu pagi, tapi ada hal lain yang lebih menarik perhatianku dibalik tabung kaca itu. Ya, Ayah ku bukan penggemar drama, beliau lebih suka nonton berita. Berawal dari situlah ketertarikanku bermula. Melihat seorang Rosiana yang begitu mempesona di layar kaca, membuatku ingin menjadi seperti dirinya. Mempesona bukan karna elok rupanya, namun kharisma seorang wartawan yang dimi

Jurnalis Harus Narsis

Kelas Jurnalistik bersama Dosen Tamu Yuni Eko Sulisiono (Tengah, menggunakan kemeja putih) seorang wartawan senior yang pernah bekerja di berbagai media dan kini memilih menjadi konsultan media.  Jurnalis bukan pekerjan untuk eksis, tapi butuh narsis. Seperti yang dikatakan Yuni Eko Sulistiono atau yang kerap disapa Kang Obod, seorang jurnalis senior yang kini bekerja sebagai konsultan media. Dalam diskusi tentang jurnalistik pada Jumat 4 Desember 2015 lalu, Kang Obod banyak bercerita mengenai pengalamannya menjadi seorang jurnalis di lapangan, dan muncullah kalimat ini ‘jurnalis harus narsis’. Saya memaknai ‘narsis’ bukan perkara eksistensi sang jurnalis, tapi memenuhi prinsip people right to know bahwa setiap orang berhak tahu, setiap orang harus tahu. Pekerjaan jurnalistik adalah pekerjaan mencari, mengumpulkan, mengolah, lalu meyampaikan informasi kepada publik melalui media massa. Dalam proses ini banyak yang harus dilakukan oleh jurnalis, pengorbanan dan dedi